Friday, October 3, 2014

Teori Belajar Ausebel

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang terkenal dengan teori belajar bermakna. Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghafalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja.
Teori Belajar Ausebel
Teori Belajar Ausebel

       Menurut Ausubel pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang . Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.

       Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Pembelajaran bermakna terjadi apabila seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Dalam proses belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.

Tipe Belajar Ausebel

Ausubel mengemukakan empat tipe belajar yaitu:

1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menmukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada. Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik. Peserta didik itu kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat-sifat suatu bujur sangkar. Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat-sifat bujur sangkar tersebut. 

2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian ia menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat-sifat bujur sangkar tanpa bekal pengetahuan sifat-sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat dengan sifat-sifatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka. Dengan alat-alat ini diketemukan sifat-sifat bujur sangkar dan kemudian dihafalkan.

3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam bentuk final/akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik akan mempelajari akar-akar persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan-bahan yang akan diberikan yang susunannya diatur sedemikian rupa sehingga materi persamaan  kuadrat tersebut dengan mudah ter’tanam’ kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik. Karena pengertian persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan tersebut dapat dipelajari peserta didik secara bermakna.

4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki. 
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk final. Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya. Bahan yang disajikan tadi tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

Syarat Pembelajaran Bermakna

a.    Kondisi dan sikap peserta didik terhadap tugas, hendaknya bersesuaian dengan intensi peserta didik. Apabila peserta didik melaksanakan tugas dengan sikap bahwa ia ingin memahami bahan pelajaran dan mengaplikasikan bahan baru serta menghubungkan bahan pelajaran yang terdahulu, dikatakan peserta didik itu belajar bahan baru dengan cara yang bermakna. Sebaliknya bila peserta didik itu tidak berkehendak mengaitkan bahan yang dipelajari dengan informasi yang dimiliki, maka belajar itu tidak bermakna. Demikianlah banyak peserta didik yang tidak berusaha mengerti matematika, cenderung mengalami kegagalan dan akhirnya membenci matematika.

b.    Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan struktur kognitif peserta didik sehingga peserta didik tersebut dapat mengasimilasi bahan baru secara bermakna. Belajar bermakna pada tahap mula-mula memberikan pengertian kepada bahan baru sehingga bahan baru itu akan terserap dan kemudian diingat peserta didik. Ia tidak menghafal asosiasi stimulus-respon yang terpisah-pisah.
c.    Tugas-tugas yang diberikan haruslah sesuai dengan tahap perkembangan intelektual peserta didik. Peserta didik yang masih di dalam periode operasi konkrit, bila diberi bahan materi matematika yang abstrak tanpa contoh-contoh konkrit dari materi tersebut, akan mengakibatkan peserta didik itu tidak mempunyai keinginan materi tersebut secara bermakna. Dengan demikian peserta hanya menghafal pelajaran tadi tanpa pengertian sehingga peserta didik mempelajari matematika dengan pernyataan- pernyataan herbal yang tidak cermat dan tepat.

 Prinsip-prinsip Teori Belajar Bermakna

1.    Pengatur awal (advance organizer)

Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi, terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

2.    Diferensiasi progresif

Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.

3.    Belajar superordinate

Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang lebih luas dan inklusif.

4.    Penyesuaian Integratif

Pada suatu saat peserta didik kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausubel mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif. Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.

Langkah-langkah Pembelajaran Bermakna


Sebelum dimulainya suatu proses belajar, maka penting untuk memperhatikan apa-apa saja yang telah diketahui siswa, sebab ini merupakan faktor dalam mempengaruhi keberhasilan belajar. Untuk itu perlu dibuat langkah-langkah pembelajaran agar tidak terjadi kerancuan dalam kegiatan belajar. Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran menurut teori Ausubel:
1.    Menentukan tujuan pembelajaran.
2.    Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya)
3.    Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4.    Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari peserta didik.
5.    Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6.    Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

Kelebihan Belajar Bermakna Ausebel

Ada tiga kelebihan dari belajar bermakna yaitu :
1.    Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
2.    Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi 
        pelajaran yang mirip.
3.    Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah 
       terjadi lupa.

Kekurangan Belajar Bermakna Ausebel

1.    Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat.
2.    Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali baginya.

 Penerapan Pembelajaran Bermakna

Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif peserta didik melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar peserta didik, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi peserta didik.

Pada belajar bermakna peserta didik dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, peserta didik diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna dapat terjadi jika peserta didik mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh peserta didik. Bruner memandang manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi.

Anak harus mengubah dirinya untuk melakukan hal itu, sebagai contoh, jika seorang anak menemukan sebuah benda yang menghalangi jalan bagi mainannya (mobil-mobilan misalnya), anak tersebut menemukan penyelesaian yang membuat dirinya dapat memudahkan benda yang menghalangi itu dan mainannya dapat berjalan lagi. Asimilasi di lain pihak, adalah kemampuan anak mengubah untuk memenuhi apa yang ia imajinasikan. Anak memiliki ide apa yang ia inginkan dan memodifikasi lingkungan untuk mencapai hal tersebut. 

Ia mungkin melakukan modifikasi melalui aktifitas mental, misalnya seorang anak berumur 4 tahun menganggap sebatang sedotan minuman sebagai tongkat ajaib atau lempengan plastik dianggapnya sebagi pedang yang ampuh. Namun, dapat juga ia melakukannya dengan aktifitas fisik, misalnya seorang anak membuat rumah rumahan, sebuah arca atau sebuah candi dari pasir. Hal ini sering dihubungkan dengan ‘bermain’ (play), yang sangat disukai oleh anak-anak. Memang antarasimilasi dan bermain terdapat hubungan yang sangat erat. 

Kita semua tahu bahwa anak suka bermain dan asimilasi menjelaskan mekanisme psikologis mengenai hal itu. Dalam bermain anak-anak mentransformasikan objek-objek untuk memenuhi imajinasi yang ada pada dirinya. Secara mudah dapat dikatakan bahwa asimilasi melibatkan proses transformasi pengalaman di dalam pikiran, sedangkan akomodasi melibatkan proses penyesuaian pikiran terhadap pengalaman yang baru. Pada sembarang tahapan (stage) perkembangan, akomodasi atau asimilasi salah satu untuk sementara mendominasi dan baru kemudian digantikan oleh yang lain. Akhirnya suatu keseimbangan (equilibrium) akan diperoleh (untuk tahapan tertentu) melalui proses penyeimbangan atau ekuilibrasi (equilibration). Ekuilibrasi adalah kemampuan anak untuk menyusun dan mengatur.

Demikian tadi uraian mengenai Teori Belajar Ausebel, semoga bermanfaat.

Teori Belajar Ausebel Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown