Wednesday, January 21, 2015

Prinsip Pendekatan Pembelajaran Problem Posing


Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari (2000:4) mengartikan istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso (1999:16) menggunakan istilah membuat soal.

Problem posing terdiri dari dua kata bahasa inggris yaitu problem dan posing, problem berarti soal dan posing (dari to pose) berarti mengajukan, membentuk. Problem posing merupakan istilah dalam bahasa inggris sebagai padanan katanya digunakan istilah pembentukan soal.

Prinsip Pendekatan Pembelajaran Problem Posing
Prinsip Pendekatan Pembelajaran Problem Posing

Pengertian Problem Posing menurut Ahli


Hamalik (1999:151)menyatakan bahwa metode pemecahan masalah adalah suatu metode mengajar dengan cara siswa dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan nya berdasarkan data atau informasi yang akurat sehingga mendapatkan suatu kesimpulan .

Menurut  Gulo (2002:111) menyatakan bahwa problem solving adalah metode yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara menalar.

Menurut Robert H. davis (1974:248), “Problem solving is an extremely complex process which involves many more basic psychological activities.”

Sedangkan menurut PPPPTK Matematika Kementrian Pendidikan Nasional, metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik dalam menghadapi berbagai masalah baik itu perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri dan atau bersama-sama.

Suryanto (Dalam chairani, 2007) menjelaskan bahwa:
1.    Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana sehingga soal tersebut dapat diselesaikan.
2.    Problem posing adalah perumusan soal-soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang akan diselesaikan menekankan pada pengajuan oleh siswa.
3.    Problem posing adalah pengajuan soal dari informasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah kegiatan penyelesaian.

Sedangkan Silver (M. Thobroni: 343) mencatat bahwa istilah menanyakan soal biasanya diaplikasikan pada tiga bentuk aktifitas kognitif yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
1)      Menanyakan per solusi: seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan.
2)      Menanyakan di dalam solusi: seorang siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan.
3)      Menanyakan setelah solusi: seorang siswa memodifikasi tujuan dan kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal-soal baru.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Problem posing merupakan model pembelajaran dimana siswa ditugaskan untuk menyusun masalah atau soal sesuai dengan pemahaman masing-masing siswa.

Selain itu Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294). Ketiga, problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal.

Silver dan Cai mnjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.

a. Pre solution posing

Pre solution posing yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.

b. Within solution posing

Within solution posing yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya.jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan.

c. Post solution posing

Post solution posing yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.

Menurut Brown dan Walter (1993:15) informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal. Selanjutnya Suryanto (1998:3) menyatakan bahwa soal dapat dibentuk melalui soal-soal yang ada dalam buku dan merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir matematis.

Respon Siswa dari Informasi Problem Posing

Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem posing adalah respon berupa soal buatan siswa. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan siswa membuat yang lain, misalnya siswa hanya membuat pernyataan.  Silver dan Cai (1996:526) mengklasifikasikan respon tersebut menurut jenisnya menjadi tiga kelompok, yaitu pertanyaan matematika, pertanyaan non matematika dan pernyataan.

 1.    Pertanyaan matematika

Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang mengandung masalah dalam matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang ada pada situasi yang diberikan. Pertanyaan matematika dapat dikategorikan dengan (i). Pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan yaitu jika pertanyaan tersebut memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan dan (ii). Pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan jika pertanyaan tersebut tidak memiliki informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada.

2.    Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak mengandung masalah matematika.

3.    Pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang berniai benar atau salah saja.


Respon yang dihasilkan siswa mungkin lebih dari satu pertanyaan matematika. Antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya dapat dilihat hubungan yang terjadi. Menurut Silver dan Cai (1996:302) ada dua jenis hubungan antara respon-respon tersebut, yaitu hubungan simetrik dan berantai.

Berdasarkan tingkat kesukarannya, Silver dan Cai (1996:526), mengklasifikasikan respon siswa menjadi dua dua kelompok, yaitu:

a.    Tingkat kesukaran respon terkait dengan stuktur bahasa (sintaksis).
b.    Tingkat kesukaran respon terkait dengan stuktur matematika (semantik).

Problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal oleh siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Menurut Suryanto (1998:3) merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola berpikir matematis.

Problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran matematika. NCTM merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (Siver dan Cai, 1996:521). Silver dan Cai (1996:293) juga menyarankan agar pembelajaran matematika lebih ditekankan pada kegiatan problem posing.

Pendekatan problem posing (pengajuan masalah) dapat dilakukan secara individu atau kelompok (classical), berpasangan (in pairs) atau secara berkelompok (groups). Masalah matematika yang diajukan secara individu tidak memuat intervensi atau pemikiran dari siswa yang lain. Masalah tersebut adalah murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar belakangi oleh situasi yang diberikan.

Kasiati (2007) Problem posing adalah kegiatan perumusan soal atau masalah oleh peserta didik.peserta didik hanya diberikan situasi tertentu sebagai stimulus dalam merumuskan soal atau masalah.berkaitan dengan situasi yang dipergunakan dalam kegiatan perumusan masalah dalam pembelajaran matematika,soal dapat dibangun melalui beberapa bentuk antara lain: gambar,benda manipulatif,permainan,teorema atau konsep,alat peraga,soal dan solusi dari soal.

Perumusan soal dalam pembelajaran matematika memiliki dua tahapan kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima), dan challengging (menantang) dalam Kasiati (2007). Tahap menerima adalah suatu kegiatan siswa menerima situasi-situasi yang diberikan guru atau situasi-situasi yang sudah ditentukan,sedangkan tahap menantang adalah suatu kegiatan siswa menantang situasi tersebut dalam rangka perumusan soal.


Jenis-Jenis Model Problem Posing

 Dalam pelaksanaannya dikenal beberapa jenis model Problem Posing antara lain:
  1.  Situasi problem posing bebas, siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal.
  2. Situasi problem posing semi terstruktur, siswa diberikan situasi atau informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan  mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.
  3. Situasi problem posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasrkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru.

Langkah-Langkah Pembelajaran Dengan Problem Posing

Dalam membuat suatu rencana pembelajaran perlu dibuat langkah-langkah yang akan digunakan dalam pembelajaran, tujuannya adalah agar pembelajaran yang akan dilaksanakan benar-benar terlaksana dengan baik dan memperoleh hasil yang diinginkan.
Silver (dalam Chairani, 2007) menyatakan bahwa tahapan-tahapan dalam problem posing adalah:

1. Membentuk/merumuskan soal

    Setelah memahami informasi yang diberikan, siswa diharapkan dapat membentuk/merumuskan soal sesuai dengan kondisi yang disediakan.
   Hasil rumusan soal yang dibuat siswa dapat menunjukkan kemampuan siswa menerapkan konsep matematika dari materi yang telah dipelajari tersebut dan dapat melihat tingkat kreatif siswa dalam membentuk soal sendiri.

Strategi dalam pengajuan masalah dapat dilihat dari beberapa tinjauan literatur. Strategi ini dapat diterapkan dalam mengajukan masalah tertentu. Strategi tersebut mengemukakan ”bagaimana melihat” atau menemukan masalah (Dillon). Krutetskii memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Hashimoto bertanya ”bagaimana jika”, dan ”bagaimana jika tidak” Brown Walter. Mempertimbangkan hubungan yang baru dari masalah baru (Polya). Strategi lain dalam mengajukan sebuah pertanyaan adalah untuk melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan mengajukan sebuah pertanyaan yang mengikuti hubungan tersebut (Krutelskii). Cara melihat atau menemukan masalah sejenis dengan gabungan strategi dalam perumusan masalah (Kilpatrick). Strategi ini berada pada penemuan tingkatan masalah (Dillon). Masalah tersebut ditampilkan pada penguji coba atau orang lain yang mengajukan pertanyaan, yang perlu dilakukan penanya adalah menemukannya.

Strategi lain adalah untuk memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Ini serupa dengan penggunaan analogi dalam menghasilkan masalah baru yang terkait (Kilpatrick). dalam studi ini, terdapat dua strategi berbeda yang dikembangkan sebagai berikut.

1. Mengajukan pertanyaan mengenai masalah matematika dari masalah yang ada dalam buku pelajaran. Kilpatrick menjelaskan bahwa ada dua tahap dalam proses penyelesaian masalah selama masalah baru diciptakan. Penyelesaian masalah bisa dengan mengubah beberapa atau semua kondisi masalah untuk melihat masalah baru, apa yang mungkin dihasilkan dan setelah masalah diselesaikan. Penyelesaian masalah bisa dengan meninjau ulang bagaimana solusi dipengaruhi oleh berbagai macam permasalahan.

Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.

a. Memilih satu masalah dari buku pelajaran matematika atau buku LKS matematika.

b. Menentuan kondisi dari permasalahan yang diberikan dan hal yang tidak diketahui.

c. Mengubah kondisi masalah dalam dua cara yang berbeda Pertama, tambahkan lagi beberapa kondisi atau kondisi baru pada masalah asli kemudian rumuskan satu pertanyaan baru. kedua, pindahkan kondisi dari masalah asli kemudian rumuskan pertanyaan baru.

2. Mengajukan masalah matematika dari situasi yang belum terstruktur. Stoyanove menjelaskan situasi masalah yang belum terstrukstur sebagai situasi terbuka yang diberikan dan menggunakan format berikut.

a. Masalah open-ended (penyelidikan matematis).

b. Masalah yang sejenis dengan masalah yang diberikan.

c. Masalah dengan solusi serupa.

d. Masalah berkaitan dengan dalil khusus.

e. Masalah yang berasal dari gambaran yang diberikan

f. Masalah kata-kata.

Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.

a. Situasi kehidupan sehari-hari yang ditampilkan pada semua siswa.

b. Siswa diminta melengkapi situasi dari pandangan mereka untuk menyatakan masalahyang berasal dari situasi yang dibentuk.

c. Masing-masing siswa telah melengkapi masalah dari situasi tertentu untuk kemudian mengajukan beberapa pertanyaan dari situasi tersebut

d. Tulis semua masalah yang diajukan yang berkaitan dengan masalah tersebut.

(Abu-Elwan, 2007:2-5)

2. Memahami soal

    Sasaran pada langkah ini adalah siswa dapat menyajikan unsur-unsur dari soal yang diketahui dari soal yang diberikan dan apa yang hendak dicari dari soal yang dibentuk tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan “Apakah yang kamu ketahui dari kondisi tersebut?” dan “Apa yang hendak dicari dari soal tersebut?”.

3. Merencanakan penyelesaian soal

    Di dalam merencanakan penyelesaian soal seringkali diperlukan kreativitas. Sejumlah strategi dapat membantu kita untuk merumuskan suatu rencana penyelesaian soal.

4. Menyelesaikan Soal

      Tahap terakhir adalah menyelesaikan soal dari soal yang telah dibentuk sendiri oleh siswa.

Kelebihan Pembelajaran Problem Posing

Kelebihan Problem Posing :

a)    Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
b)    Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena
       dibuat sendiri.
c)    Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
d)    Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan
       masalah.
e)    Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluan bahasan atau pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.

Kekurangan Pembelajaran Problem Posing


a)    Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan
b)    Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

Demikian tadi  Prinsip Pendekatan Pembelajaran Problem Posing semoga bermanfaat dan menambah pemahaman anda mengenai Problem Posing

Prinsip Pendekatan Pembelajaran Problem Posing Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin