Sistem
pendidikan Finlandia telah mengalami suatu revolusi fundamental. Dimulai dari
penerapan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun, peningkatan
kompetensi tenaga pengajar dan pendidik, desentralisasi sistem pendidikan
hingga penerapan sistem evaluasi pendidikan.
Finlandia |
Revolusi sistem pendidikan
Finlandia dimulai sejak tahun 1968, ketika pemerintah memutuskan untuk
menghapus sistem pendidikan berjenjang (parallel school system / PSS) dan
menggantikannya dengan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun. PSS
merupakan sistem pendidikan yang mengutamakan pendidikan berjenjang bagi
seluruh siswa. Sistem ini dinilai tidak efektif karena pada kenyataannya
terdapat perbedaan kemampuan murid dalam menerima dan mencerna ilmu yang
diberikan. Hal tersebut menimbulkan fenomena pemberian peringkat dan labelisasi
”siswa berprestasi” dan ”siswa tidak berprestasi”, serta ”sekolah favorit” dan
”sekolah tidak favorit”. Kedua fenomena tersebut menimbulkan dampak buruk
terhadap mentalitas murid, guru dan institusi pendidikan. Dengan fenomena
tersebut, setiap murid tidak menerima kualitas pendidikan yang merata. Ada
murid yang dapat mengikuti pendidikan percepatan, dan ada murid yang kerap kali
terpaksa mengulang kelas. Oleh karena itu, pemerintah Finlandia beralih menggunakan
sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun, di mana seluruh anak pada usia
7-15 tahun menerima materi dan kualitas pendidikan yang sama dan seragam.
Siswa
tidak lagi mengejar angka dan peringkat selama menjalani pendidikan wajib dasar
9 tahun, namun mengejar pemahaman dan penerapan ilmu yang diberikan sesuai
dengan kurikulum pendidikan dasar nasional. Sistem peringkat (ranking), baik
peringkat siswa maupun peringkat sekolah (sekolah favorit atau non-favorit),
serta sistem evaluasi ujian nasional untuk kenaikan kelas di tiap jenjang
pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun dihapus. Pendidikan dasar difokuskan
pada upaya pembentukan karakter dan kapasitas dari setiap murid.
Upaya
ini ditempuh pemerintah Finlandia untuk memeratakan kemampuan seluruh murid
tingkat pendidikan wajib dasar. Sudah tentu, hal ini menuntut kerja sama lebih
erat antara pemerintah, pihak penyelenggara pendidikan, khususnya para guru,
masyarakat, dan orang tua dalam memantau perkembangan pendidikan dan
pembelajaran anak murid guna memastikan bahwa tiap-tiap murid tersebut dapat
mengikuti dan memahami materi pelajaran yang diberikan di jenjang pendidikan
dasar.
Pada
tahun 1974, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan kompetensi tenaga pengajar
dan pendidik di seluruh jenjang pendidikan. Sebelum tahun 1974, persyaratan
untuk menjadi seorang guru sekolah dasar adalah seseorang yang telah memperoleh
ijasah sarjana strata-1 (Bachelor of Arts). Namun dimulai sejak tahun 1979,
seorang guru untuk dapat mengajar di jenjang pendidikan wajib dasar 9 tahun
haruslah seorang sarjana strata-2 (magister) di bidang pendidikan (Master of
Arts on Education). Saringan seleksi para guru diperketat guna memperoleh guru
dan tenaga pendidik yang handal dan berkompeten dalam memberikan ilmu kepada seluruh
siswa. Guru dan tenaga pendidik serta pengajar diberikan kebebasan dan otonomi
dalam menerapkan metoda pengajaran dalam menyampaikan materi pelajaran kepada
murid. Selain itu, meskipun tidak menawarkan gaji yang tinggi, profesi guru
merupakan profesi yang sangat diminati dan dihormati di Finlandia.
Setelah
memutuskan untuk menerapkan sistem pendidikan wajib dasar nasional 9 tahun dan
meningkatkan kompetensi dan otomomi para guru dan tenaga pendidik serta
pengajar, Pemerintah Finlandia juga memutuskan untuk melakukan desentralisasi
pendidikan. Tahun 1985 merupakan kulminasi penerapan sistem desentralisasi
pendidikan di Finlandia. Pendidikan nasional tidak lagi menjadi wilayah
eksklusif Pemerintah.
Pemerintah
daerah diberikan kekuasaan yang luas dalam melaksanakan dan mengorganisasi
administrasi pendidikan di wilayah kekuasaan administratifnya. Pemerintah
Daerah diberikan kekuasaan untuk menetapkan kurikulum pendidikan yang akan
dilaksanakan oleh tiap-tiap sekolah yang berada di wilayah kekuasaan administratifnya.
Namun demikian, kurikulum pendidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
wajib merujuk dan berpegang teguh pada garis-garis besar kebijakan pendidikan
nasional, dan kurikulum inti sekolah yang telah ditentukan oleh Kementerian
Pendidikan dan Badan Pendidikan Nasional Finlandia (Finnish National Board of
Education), yang tertuang dalam berbagai legislasi nasional di bidang
pendidikan.
Kurikulum
pendidikan di daerah diterapkan secara seragam dengan sedikit penambahan materi
pendidikan yang disesuaikan dengan keahlian (skill) dan kompetensi khusus
(competence) yang dibutuhkan oleh tiap-tiap daerah.
Pada
tahun 1990-an, Pemerintah Finlandia tidak lagi menerapkan sistem inspeksi
pendidikan (education inspection system) ke setiap sekolah. Kementerian
Pendidikan pun menghapuskan lembaga inspektorat jenderal dalam tubuh
organisasinya. Sebagai pengganti sistem inspeksi pendidikan, Pemerintah
Finlandia menerapkan sistem evaluasi pendidikan (education evaluation system).
Pemerintah
menganggap bahwa evaluasi merupakan salah satu komponen penting dalam seluruh
bangunan kebijakan pendidikan. Kebijakan penerapan sistem evaluasi pendidikan
merupakan suatu metode dalam metodologi kebijakan pendidikan. Sistem evaluasi
juga diharapkan mampu menyediakan pilihan kebijakan pendidikan. Dalam praktek
evaluasi pendidikan nasional Finlandia, guru bertanggung jawab kepada
pemerintah daerah, bukan kepada pemerintah pusat.
Sejak
pertengahan tahun 1990, Badan Nasional Pendidikan Finlandia telah melakukan
berbagai penilaian nasional (national assessments) dari hasil pembelajaran yang
dilakukan terhadap seluruh murid sekolah dasar kelas 9 di seluruh sekolah di
Finlandia. Penilaian rutin dilakukan terhadap mata pelajaran matematika, bahasa
ibu (baik bahasa Finlandia, maupun Swedia), sastra, dan beberapa mata pelajaran
pilihan lainnya. Penilaian nasional
tersebut menyediakan informasi tentang kualitas dan hasil pendidikan dan
pelatihan yang dicapai untuk kemudian dipadankan dengan tujuan pendidikan yang
tertuang dalam kurikulum dasar nasional.
Badan
Nasional Pendidikan Finlandia, secara reguler, setiap tahun, melakukan
penilaian nasional pendidikan, dengan mengambil sample nilai dari sekolah yang
mewakili daerahnya secara acak. Nilai sample yang diperoleh kemudian diolah
untuk menghasilkan suatu laporan evaluasi pendidikan nasional (national
evaluation report) dan laporan dan masukan individual sekolah (individual
feedback report).
Seluruh
sekolah yang diambil sebagai sample penilaian menerima laporan dan masukan
individual (individual feedback report). Seluruh laporan tersebut disampaikan
ke seluruh sekolah yang dievaluasi segera setelah data penilaian dikumpulkan.
Sekolah-sekolah menerima laporan tersebut paling lambat 2 bulan setelah
pengumpulan data dilakukan.
Laporan
dan masukan individual tersebut memuat informasi mengenai profil pendidikan
nasional, dan profil pendidikan individu sekolah. Sebagai contoh, di mata
pelajaran matematika, laporan tersebut menuangkan nilai rata-rata nasional dan
nilai rata-rata sekolah tersebut di bidang numerasi, geometri, statistik,
fungsi dan aljabar. Setiap sekolah dapat melihat grafik yang ditampilkan dalam
laporan tersebut. Laporan ini tidak digunakan untuk menentukan peringkat
sekolah, melainkan untuk keperluan evaluasi secara objektif. Apabila nilai
rata-rata sekolah berada di bawah nilai rata-rata nasional, maka hal tersebut
akan memacu sekolah untuk melakukan refleksi diri guna meningkatkan standar
kualitas pendidikan mereka.
Laporan
dan masukan individual sekolah tidak diterbitkan secara umum. Masing-masing
sekolah tidak mengetahui hasil laporan dan masukan individual sekolah lainnya,
meskipun berada di dalam wilayah administrasi daerah yang sama. Demikian halnya
dengan laporan evaluasi pendidikan nasional. Badan Pendidikan Nasional Finlandia
tidak akan menampilkan data performa pendidikan yang dihasilkan tiap-tiap
pemerintah daerah, atau sekolah per sekolah. Hal ini diterapkan guna
menghindari fenomena stratanisasi peringkat sekolah dan siswa yang hanya akan
menimbulkan dampak negatif naming and shaming.