Matematika oleh beberapa orang dianggap sebagai mata pelajaran yang mematikan. Bahkan ada yang menyebut matematika adalah singkatan dari “Makin Tekun Makin Tidak Karuan”. Begitulah yang banyak siswa rasakan dari matematika karena ke-abstrakannya. Hal ini tentu dapat diatasi dengan menciptakan matematika menyenangkan, komunikatif, dan interaktif.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, teori Dienes berkaitan erat dengan teori Piaget. Aplikasi teori dienes biasanya berupa hal-hal matematika konkret yang dapat berupa permainan. Alasannya adalah seperti yang dikatakan Ahmadi (dalam Firmanawaty, 2003), permainan adalah suatu perbuatan yang mengandung keasyikan dan dilakukan atas kehendak sendiri, bebas tanpa paksaan, dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan pada waktu melakukan kegiatan tersebut. Dengan demikian, jika seorang anak melakukan kegiatan dengan asyik, bebas, dan mendapat kesenangan pada waktu melakukan kegiatan tersebut, maka anak itu merasa sedang bermain-main. Sehingga nilai permainan matematika yang terkandung didalamnya akan dengan mudah diserap oleh siswa.
Penerapan teori dienes dalam pembelajaran termasuk pembelajaran matematika adalah:
1. Permainan Operasi Perkalian
Permainan ini bertujuan untuk melatih anak belajar perkalian dengan kelipatan dan menjelaskan makna dari permainan. Langkah permainannya adalah sebagai berikut. Pertama-tama berikan masing-masing 2 buah permen kepada 3 orang anak. Kemudian tanyakan berapakah jumlah total permen yang telah diberikan kepada ketiga anak tersebut. Terangkan pada siswa bahwa hasilnya merupakan perkalian 2 dengan 3, yaitu 6. Perkalian merupakan penjumlahan berulang, misalnya 2 + 2+ 2 atau bentuk lain 3 x 2. Pada kalimat 3 x 2 = 6, 3 dan 2 disebut faktor dari 6, sedangkan 6 merupakan hasil perkalian 2 dan 3. Analogi seperti ini dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.
2. Menurut Bell (1978:128) untuk menentukan bagaimana untuk menyelesaikan perkalian dua bilangan negatif guru seharusnya menyiapkan satu set permasalahan termasuk dengan cara membuat siswa menemukan pola. Masalah ini dapat didiskusikan di kelas sebagai :
a. Misalkan orang baik adalah bilangan positif dan orang jahat sebagai bilangan negatif. Juga dimisalkan bahwa keluar dari sebuah komunitas adalah hal yang baik dan tinggal komunitas adalah hal yang buruk. Apa akibatnya jika lima orang jahat tinggal dalam satu komunitas? Siswa harus menentukan apakah ini akan menjadi 10 hal positif terjadi.
b. Selesaikan dan isilah tanda tanya berikut :
-3 x 3 = -9
-3 x 2 = -6
-3 x 1 = -3
-3 x 0 = 0
-3 x -1 = ?
-3 x -2 = ?
-3 x -3 = ?
c. -3 x (7 + -2) = (-3 x 7) + (-3 x -2) = -21 + ###
tapi
-3 x (7 + -2) = -3 x 5 = -15
Jadi berapakah nilai dari ### ?
3. Aplikasi teori Dienes dapat diterapkan dalam pengenalan permutasi di sekolah menengah yaitu dengan cara : Sediakan pensil, pulpen, dan spidol masing-masing 1 buah setiap bangku. Susunlah secara acak menurut selera kalian dari kiri ke kanan. Langkah pertama, angkat pensil dan tukarkan tempatnya dengan benda di sebelah kirinya. Jika sebelah kirinya kosong, maka biarkan. Langkah kedua, angkat pulpen dan tukar tempat dengan benda di sebelah kanannya. Jika di sebelah kanan bolpoin kosong, maka biarkan. Langkah ketiga, angkat spidol san tukarkan dengan benda di sebelah kirinya. Jika sebelah kiri spidol kosong, maka biarkan. Sekarang angkat tangan kanan kalian dan ambil benda yang paling kanan. Mulailah menulis dengan bolpoin yang kalian pegang.
Mengapa yang diambil adalah pulpen? Penjelasannya adalah jika pensil (P), pulpen (B) dan spidol (S) disusun secara acak dari kiri ke kanan, maka akan ada enam kemungkinan susunan yaitu : PBS, BPS, BSP, PSB, SBP, dan SPB. Setelah melakukan langkah yang pertama, susunan akan berubah menjadi PBS, PBS, BPS, PSB, SPB dan PSB. Setelah melakukan langkah yang kedua, susunan akan berubah menjadi PSB, PSB, PBS, PSB, SPB dan PSB. Dan setelah melakukan langkah yang ketiga, susunan akan berubah menjadi SPB, SPB, PSB, SPB, SPB dan SPB.
Ternyata setelah melakukan tiga langkah, bolpoin akan selalu terletak di sebelah kanan. Susunan yang berbeda ini yang dalam matematika disebut sebagai permutasi. Dengan hal inilah siswa akan mengerti konsep dasar dari permutasi dan bedanya dengan kombinasi.
4. Permainan Tangram dan Pancagram
Menurut Wirasto (1983), perminan tangram mini memiliki nilai didik yang tinggi untuk anak SD, karena dengan permainan tersebut anak menjadi aktif (menggunting, menyusun, dan menggambar bangun geometri datar, memperdalam memahaman bentuk-bentuk dan struktur geometri datar, memperdalam pengertian luas, dan melakukan eksplorasi hingga meningkatkan kreatifitasnya.
Atas dasar pernyataan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa permainan tangram dan tangram mini (pancagram) sangat berguna bagi anak SD terhadap pengenalan dan pemahaman pada bangun-bangun geometri datar.
Somakim (2007 : 34) berpendapat bahwa untu menyesuaikan dengan kurikulum 2006 (KTSP), permainan tangram mini atau tangram dapat diberikan di kelas I sampai dengan kelas V, dengan kegiatan dan masalah yang berbeda, disesuaikan dengan komptensi dasar, hasil belajar, serta indikator.
Menurut Wirasto (1983b), ada 2 macam pancagram yaitu yang dibuat berasarkan persegi dan persegi panjang. Lihat gambar 1.
Untuk membuat pancagram, lakukan dengan cara seperti berikut ini. Gambarlah persegi dengan ukuran (8 x 8) cm, atau persegipanjang dengan ukuran (8 x 12) cm, atau dengan ukuran dikehendaki. Kemudian bagilah bangun persegi atau persegi panjang menjadi lima bagian seperti pada Gambar 1. Garis pembagi harus melalui titik-titik tengah penggal garis yang dilewati. Maka akan terbentuk 5 bangun-bangun datar seperti pada gambar. 1. Agar menarik, berilah warna yang berbeda pada setiap bangun yang berbeda bentuk dan ukurannya. Kemudian bangun-bangun tersebut dipotong menurut sisinya.
Tanggram sejenis dengan pancagram, permainannya pun sejenis dan dapat disesuaikan sesuai dengan kemampuan siswa tiap tahapan perkembangannya.
Empat contoh di atas adalah penerapan teori Dienes dalam mata pelajaran matematika di berbagai jenjang. Pendekatan Dienes dalam kegiatan belajar mengajar matematika di kelas dapat dirangkum pada empat prinsip seperti berikut :
1. Semua hal tentang matematika adalah berdasar pada pengalaman siswa dalam belajar matematika dengan cara mengabstraksi konsep-konsep matematika dan strukturnya dari berbagai pengalaman belajar yang nyata.
2. Ada sebuah proses alami bahwa siswa harus menyelesaikan permasalahan untuk menemukan solusi suatu konsep. Proses tersebut meliputi :
a. Masa bermain dan ber-eksperimen baik materi yang nyata atau konkret maupun gagasan abstrak.
b. Suatu pesan dari pengalaman yang penuh arti.
c. Kecepatan mengerti secara mendalam (insight) dan memahami ketika siswa tiba-tiba memahami konsep tersebut.
d. Suatu langkah untuk menjangkau suatu konsep baru sehingga siswa dapat menerapkannya dan menggunakannya pada pengalaman belajar lain yang terbaru.
3. Matematika adalah seni yang kreatif sehingga dapat dipandang dan dipelajari sama halnya dengan seni pada umumnya.
4. Konsep matematika yang baru biasanya saling berkaitan dengan konsep sebelunnya, oleh karena itu terjadi sebuah transfer energi dari konsep yang lama ke konsep yang baru. Jika konsep yang lama sangat kuat difahami siswa, maka kemungkinan besar dalam konsep baru yang terkait, ia akan dengan mudah memahaminya. Bagitupun yang terjadi jika pemahaman sebelumnya lemah, maka ia tidak akan dengan mudah mampu memahami konsep baru yang terkait itu.
5. Dalam mempelajari matematika, siswa harus bisa menterjemahkan kejadian nyata dalam fungsi simbolik.
Menurut Wirasto (1983), perminan tangram mini memiliki nilai didik yang tinggi untuk anak SD, karena dengan permainan tersebut anak menjadi aktif (menggunting, menyusun, dan menggambar bangun geometri datar, memperdalam memahaman bentuk-bentuk dan struktur geometri datar, memperdalam pengertian luas, dan melakukan eksplorasi hingga meningkatkan kreatifitasnya.
Atas dasar pernyataan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa permainan tangram dan tangram mini (pancagram) sangat berguna bagi anak SD terhadap pengenalan dan pemahaman pada bangun-bangun geometri datar.
Somakim (2007 : 34) berpendapat bahwa untu menyesuaikan dengan kurikulum 2006 (KTSP), permainan tangram mini atau tangram dapat diberikan di kelas I sampai dengan kelas V, dengan kegiatan dan masalah yang berbeda, disesuaikan dengan komptensi dasar, hasil belajar, serta indikator.
Menurut Wirasto (1983b), ada 2 macam pancagram yaitu yang dibuat berasarkan persegi dan persegi panjang. Lihat gambar 1.
Untuk membuat pancagram, lakukan dengan cara seperti berikut ini. Gambarlah persegi dengan ukuran (8 x 8) cm, atau persegipanjang dengan ukuran (8 x 12) cm, atau dengan ukuran dikehendaki. Kemudian bagilah bangun persegi atau persegi panjang menjadi lima bagian seperti pada Gambar 1. Garis pembagi harus melalui titik-titik tengah penggal garis yang dilewati. Maka akan terbentuk 5 bangun-bangun datar seperti pada gambar. 1. Agar menarik, berilah warna yang berbeda pada setiap bangun yang berbeda bentuk dan ukurannya. Kemudian bangun-bangun tersebut dipotong menurut sisinya.
Tanggram sejenis dengan pancagram, permainannya pun sejenis dan dapat disesuaikan sesuai dengan kemampuan siswa tiap tahapan perkembangannya.
Empat contoh di atas adalah penerapan teori Dienes dalam mata pelajaran matematika di berbagai jenjang. Pendekatan Dienes dalam kegiatan belajar mengajar matematika di kelas dapat dirangkum pada empat prinsip seperti berikut :
1. Semua hal tentang matematika adalah berdasar pada pengalaman siswa dalam belajar matematika dengan cara mengabstraksi konsep-konsep matematika dan strukturnya dari berbagai pengalaman belajar yang nyata.
2. Ada sebuah proses alami bahwa siswa harus menyelesaikan permasalahan untuk menemukan solusi suatu konsep. Proses tersebut meliputi :
a. Masa bermain dan ber-eksperimen baik materi yang nyata atau konkret maupun gagasan abstrak.
b. Suatu pesan dari pengalaman yang penuh arti.
c. Kecepatan mengerti secara mendalam (insight) dan memahami ketika siswa tiba-tiba memahami konsep tersebut.
d. Suatu langkah untuk menjangkau suatu konsep baru sehingga siswa dapat menerapkannya dan menggunakannya pada pengalaman belajar lain yang terbaru.
3. Matematika adalah seni yang kreatif sehingga dapat dipandang dan dipelajari sama halnya dengan seni pada umumnya.
4. Konsep matematika yang baru biasanya saling berkaitan dengan konsep sebelunnya, oleh karena itu terjadi sebuah transfer energi dari konsep yang lama ke konsep yang baru. Jika konsep yang lama sangat kuat difahami siswa, maka kemungkinan besar dalam konsep baru yang terkait, ia akan dengan mudah memahaminya. Bagitupun yang terjadi jika pemahaman sebelumnya lemah, maka ia tidak akan dengan mudah mampu memahami konsep baru yang terkait itu.
5. Dalam mempelajari matematika, siswa harus bisa menterjemahkan kejadian nyata dalam fungsi simbolik.