Wednesday, June 24, 2015

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)- RME pertama kali dikembangkana di Belanda oleh Institut Freudenthal pada tahun 1977. RME mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dekat dengan siswa dan berada dekat dengan masyarakat agar mempunyai nilai manusiawi. Pandangannya menekankan bahwa materi matematika harus dapat ditransmisikan dalam kehidupan nyata. Dengan demikian peserta didik dapat menemukan kembali konsep dan ide matematika secara lebih baik.
Realistic Mathematics Education menekankan kepada pemecahan masalah melalui hal-hal yang kontekstual (Gravemeijer,dalam  Jalal 2003). Pendekatan ini mampu menopang proses penemuan kembali (reinvention) atau penemuan (invention). Dalam pembelajaran matematika realistic, siswa dituntut untuk saling bernegosiasi, kooperasi, dan intervensi baik siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru (de Lange dalam Jalal , 2003). Kegiatan seperti ini sangat penting dalam mengantarkan cara bermatematisasi siswa dari segi informal menjadi pemahaman matematika secara formal (Gravemeijer, dalam Jalal 2003).
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tidak dapat dipisahkan dari institude Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik dan matematikawan berkebangsaan Jerman-Belanda.
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Sejak tahun 1971, Institut ini mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan (Hadi, dalam Hammad 2009).

PMRI juga menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi realistik. Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata (Zulkarnain, dalam Hammad 2009).
Hadi  (2005:  19)  menjelaskan  bahwa  dalam  matematika  realistik dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan konsep   matematikaPenjelasan   lebih   lanjut   bahwa   pembelajaran matematikarealistik  ini  berangkat  dari  kehidupan anak,  yang  dapat dengan mudah   dipahami   oleh   anak,   nyata,   dan   terjangkau   oleh imajinasinya,  dan  dapat  dibayangkan  sehingga  mudah  baginya  untuk mencari     kemungkinan     penyelesaiannya     dengan     menggunakan kemampuan   matematis    yang   telah   dimiliki. Tarigan   (2006:   3) menambahkan  bahwa  pembelajaran matematika realistik  menekankan akan   pentingnya   konteks   nyata   yang   dikenal   siswa   dan   proses konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri. Berkaitan dengan pembelajaran matematika, Soedjadi (Akib, 2001) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah pada dasarnya terdiri dari tujuan formal dan tujuan material. Tujuan formal menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap, sedang tujuan material menekankan pada kemampuan menerapkan matematika dan keterampilan matematika. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah tidak cukup hanya melatih keterampilan berhitung dan menghafal fakta tetapi juga menekankan pada kemampuan penalaran. Sedangkan Nickson (Akib, 2001) mengatakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan keterampilannya sendiri melaui internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali

Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMRI mempunyai ciri antara lain bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (Hadi,dalam Hammad 2009).

Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai konteks (situasi) yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar. 

Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian yang berkait dengan konteks (context link solution), siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman metematik ke tingkat yang lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa akan dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas sehingga mengarah pada level berpikir matematik yang lebih tinggi. 

Teori PMRI sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti kontruktivisme dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning, disingkat CTL). Namun, baik pendekatan konstruktivisme maupun CTL mewakili teori belajar secara umum. PMRI merupakan suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika. Selanjutnya juga diakui bahwa konsep pendidikan matematika realistik sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar (Hadi dalam Hammad 2009).
Dengan mengunakan pendekatan RME guru tidak hanya memberikan informasi langsung mengenai matematika secara teoritis tetapi juga secara praktis dengan mengajak siswanya menemukan permasalahan sehari-hari yang dapat memunculkan pengetahuan matematika.

Salah satu filosofi yang mendasari pendekatan realistik adalah bahwa matematika bukanlah satu kumpulan aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari (Erman Suherman, dkk 2001:125).  Menurut Freudenthal dalam Erman Suherman, dkk (2001:125) matematika bukan merupakan suatu subjek yang siap saji untuk siswa, melainkan bahwa matematika adalah suatu pelajaran yang dinamis yang dapat dipelajari dengan cara mengerjakannya.

Prinsip Utama Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Terdapat lima prinsip utama dalam kurikulum matematika realistik (Erman Suherman, dkk 2001:128) :
1)         disominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai 
            terapan
2)         perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi,skema, dan simbol-simbol.
3)         Sumbangan dari siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi  konstruktif dan 
         produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri sehingga dapat membimbing 
          siswa dari level matematika informal menuju matematika formal
4)         interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika
5)         intertwinning (membuat jalinan) antara topik atau antar pokok bahasan atau antar strand

Karakteristik Pembelajaran Realistik

Karakteristik RME adalah menggunakan: konteks dunia nyata, model-model, produksi dan kontruksi murid, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment)  (Treffers dalam Suharta, 2004:3).

a.    Menggunakan Konteks Dunia Nyata

Dalam Realistic Mathematics Education, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai situasinya dinyatakan oleh De Lange (Suharta, 2004:3) sebagai matematisasi konseptual (pada Skema 1). Melalaui abstraksi dan formalisasi murid akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, murid dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika kebidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of every dayexperience)  dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto dalam Suharta, 2004:3).

b.    Menggunakan model-model

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh murid sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi murid  dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya murid membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia nyata murid.    

c.    Menggunakan Kontribusi Murid

Streefland (Suharta, 2004:3) menekankan bahwa dengan pembuatan produksi bebas murid terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal murid yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

d.    Menggunakan Interaktif

Interaksi antar murid dan guru merupakan hal yang mendasar dalam Realistic Mathematics Education. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal murid.

e.    Menggunakan Keterkaitan (Interwinment)       

Dalam Realistic Mathematics Education pengintegrasi unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.

 Langkah-Langkah Pembelejaran Matematika Realistik

Adapun langkah-langkah penerapan Matematika Realistik dalam kegiatan belajar mengajar di kelas adalah sebagai berikut (Suharta, 2001:6):

Aktivitas Guru
Aktivitas murid
1.      Guru memberikan murid masalah kontekstual

2.      Guru merespon secara positif jawaban murid. Murid diberikan kesempatan untuk memikirkan strategi yang paling efektif
3.      Guru mengarahkan murid pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya meminta murid mengerjakan masalah dengan pengalaman mereka.
4.      Guru mengelilingi murid memberikan bantuan seperlunya.

5.      Guru mengenalkan istilah konsep.

6.      Guru memberikan tugas dirumah yaitu mengerjakan soal atau membuat masalah cerita beserta jawabannya yang sesuai dengan matematika formal.
1.      Murid secara sendiri atau kelompok kecil mengerjakan masalah dengan strategi-strategi informal
2.      Murid memberikan jawaban sesuai yang telah dipikirkan.


3.      Murid secara sendiri-sendiri atau kelompok menyelesaikan masalah tersebut.


4.      Beberapa murid mengerjakan di papan tulis. Melalui diskusi kelas, jawaban murid dikonfrontasikan.
5.      Murid merumuskan bentuk matematika formal.
6.      Murid mengerjakan tugas rumah dan menyerahkan kepada guru.



Kelebihan Pendekatan Realistic Mathematics Education

  1. pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI sangat komprehesif
  2. pelajaran mtematika dengan pendekatan PMRI bersifat integral
  3. pendekatan matematika dengan pendekatan PMRI menuntut logika atau penalaran yang sah.
  4. Pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI menggunakan berpikir tingkat tinggi..
  5. Pembelajaran dengan pendekatan PMRI banyak memberi kesempatan kpada anak untuk berbicara, mengungkapkan ide atau gagasan, berkomunikasi dengan yang kain untuk membuat kesepakatan dan hal itu merupakan langkah-langkah yang baik untuk mengmbangkan bahasa anak.
 
Realistik Mathematics education (RME) atau pendekatan  realistik pada  pembelajaran  matematika  menggunakan masalah kontekstual  sebagai  titik  awal  pembelajaran.  Masalah  realistik  atau  masalah kontekstual adalah masalah yang berkait dengan kehidupan nyata sehari-hari, mata pelajaran  lain, ataupun rekaan  guru sendiri yang  dapat diterima siswa sedemikian rupa sehingga ide matematikanya dapat muncul dari masalah tersebut.  

Karakteristik RME atau PMRI yang pada intinya mengungkapkan bahwa matematika merupakan aktivitas insani sehingga pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari segala sesuatu yang dekat dengan siswa. Pendidikan matematika diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali matematika berdasarkan usaha mereka sendiri.  

Demikian tadi artikel mengenai Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) semoga bermanfaat.

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown