Friday, October 3, 2014

Pengertian Teori Pembelajaran Menurut Van Hiele

Teori van Hiele pertama kali dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof dalam disertasi yang terpisah di Universitas Utrecht pada tahun 1957.  Teori ini menjelaskan mengenai perkembangan berpikir siswa dalam belajar geometri.  Dalam teori tersebut, mereka ber-pendapat bahwa dalam mempelajari geometri para siswa mengalami per-kembangan kemampuan berpikir melalui tahap-tahap tertentu.  Teori pem-belajaran van Hiele telah diakui secara internasional.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa pembel-ajaran dengan teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri.  Susiswo me-nyimpulkan pembelajaran model van Hiele lebih baik diterapkan pada pembelajaran geometri.  Senk menyata-kan, “prestasi siswa SMU dalam menulis pembuktian geometri berkaitan secara positif dengan teori van Hiele.”  Husnaeni menyatakan bahwa penerapan model van Hiele efektif untuk peningkatan penguasaan konsep siswa.


Penelitian yang dilakukan Van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. Tahap berpikir Van Hiele adalah kecepatan untuk berpindah dari satu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak dipengaruhi oleh aktifitas dalam pembelajaran. Dengan demikian, pengorganisasian pembelajaran, isi, dan materi merupakan faktor penting dalam pembelajaran, selain guru juga memegang peran penting dalam mendorong kecepatan berpikir siswa melalui suatu tahapan.

Pengertian Teori Pembelajaran Menurut Van Hiele
Pengertian Teori Pembelajaran Menurut Van Hiele
       Tahap berpikir yang lebih tinggi hanya dapat dicapai melalui latihan-latihan yang tepat bukan melalui ceramah semata. Dalam perkembangan berpikir, van Hiele (dalam Clements dan Battista, 1992:436) menekankan pada peran siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara aktif. Siswa tidak akan berhasil jika hanya belajar dengan menghapal fakta-fakta, nama-nama atau aturan-aturan, melainkan siswa harus menentukan sendiri hubungan-hubungan saling Keterkaitan antara konsep-konsep geometri daripada proses-proses geometri.

Tahap berpikir menurut van hiele

 1. Tahap Pengenalan

Pada tahap ini siswa baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola,kubus,segitiga,persegi dan bangun geometri lainnya.Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun geometri yang dikenalnya.Sehingga jika kita bertanya “Apakah sisi-sisi yang berhadapan pada bangun jajar genjang itu sama ?”,maka anak tidak aklan bisa menjawabnya.Untuk itu guru harus memahami betul karakter anak pada masa pengenalan,sehingga anak tidak akan menerima konsep hanya dengan hafalan saja tetapi dengan pengertian.

2. Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Misalnya,pada sebuah balok banyak sisinya ada 6 sedangkan banyak rusuknya ada 12.Dan ketika kita tanya,“ Apakah balok itu kubus?”,maka anak tidak dapat menjawab.Karena pada tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan keterkaitan antar bangun.

3. Tahap Pengurutan

 Pada tahap ini, peserta didik sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping itu pada tingkat ini siswa sudahmemahami pelunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini peserta didik sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.



Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya para pemelajar hadapkan dengan sejumlah bangun-bangun geometri, anak dapat memilih dan menunjukkan bentuk segitiga. Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya. Sehingga bila para pemelajar ajukan pertanyaan seperti "apakah pada sebuah persegipanjang, sisi-sisi yang berhadapan panjangnya sama?", "apakah pada suatu persegipanjang kedua diagonalnya sama panjang?".

Untuk hal ini, siswa tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan, jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut, karena anak akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian. 

 4. Tahap Deduksi

Pada tahap ini peserta didik sudah memahami peranan pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini peserta didik sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini peserta didik sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.



Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, tidak demikian pada tahap analisis. Pada tahap ini anak sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini anak sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Seandainya para pemelajar tanyakan apakah kubus itu balok?, maka anak pada tahap ini belum bisa menjawab pertanyaan tersebut karena anak pada tahap ini belum memahami hubungan antara balok dan kubus. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. 
Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Seperti para pemelajar ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360o secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran.

Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat menjawab pertanyaan “mengapa sesuatu itu disajikan teorema atau dalil.”

  5. Tahap Keakuratan

Merupakan tahap akhir perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri.Dalam tahap ini anak sudah dapat memahami pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu penelitian.Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri.
Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika para pemelajar tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun anak tersebut sudah berada di tingkat SMA.

Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga mengemukakan bahwa ada tiga unsur yang utama berkaitan dengan pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metoda pembelajaran yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.

Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai contoh, seorang anak tidak mengerti mengapa gurunya membuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam sebuah jajargenjang adalah 360o, misalnya anak itu berada pada tahap pengurutan ke bawah. Menurut anak pada tahap yang disebutkan, pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas bahwa jumlah sudut-sudutnya adalah 360°. Contoh yang lain, seorang anak yang berada paling tinggi pada tahap kedua atau tahap analisis, tidak mengerti apa yang dijelaskan gurunya bahwa kubus itu adalah balok, belah ketupat itu layang-layang. Gurunya pun sering tidak mengerti mengapa anak yang diberi penjelasan tersebut tidak memahaminya. Menurut Van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian.

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.

Demikian uraian mengenai Pengertian Teori Pembelajaran Menurut Van Hiele semoga bermanfaat.

Pengertian Teori Pembelajaran Menurut Van Hiele Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown