Wednesday, January 21, 2015

Prinsip, Kelebihan, Kekurangan dari Metode Discovery


Metode discovery menurut Mulyasa (2007:110) merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Pembelajaran dengan metode ini lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar. Secara etimologis, discovery berarti “penemuan” seadangkan inquiry berarti “pemeriksaan”. Sedangkan menurut Robert B. Sund dalam bukunyu yang berjudul science throngh Discovery menyatakan bahwa Discovery merupakan kegiatan individu dimana individu mengasimilasi konsep dan/atau prinsip-prinsip dalam proses mentalnya.

Metode Discovery
Metode Discovery
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events).

Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2) Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif; 3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.

Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Prinsip, Kelebihan, Kekurangandari Metode Discovery
Prinsip, Kelebihan, Kekurangandari Metode Discovery

Kemdikbud (2014) menjelaskan bahwa prinsip belajar yang nampak jelas Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.


Jadi, pada dasarnya,  Metode Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inquiry dan Problem Solving. Perbedaannya, pada discovery learning masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inquiry masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.

Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode Discovery

 Langkah Persiapan Metode Discovery Learning

a. Menentukan tujuan pembelajaran.
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
     belajar, dan sebagainya).
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari
    contoh-contoh generalisasi).
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,
    tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
    konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

 Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

b.  Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244), sedangkan menurut  permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

c.  Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya  hipotesis.

Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

d.  Data Processing (Pengolahan Data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22).

Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis

e.   Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f.      Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan  siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran  atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.


Keunggulan dari Metode Discovery

Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut:

  1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir
  2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;
  3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;
  4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks
  5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

Kekurangan Metode Discovery

Adapun kekurangan model pembelajaran discovery-inquiry ini dikemukakan oleh Suryosubroto (2002:201) adalah:
  1. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis.
  2.  Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang, karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.
  3. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan pembelajaran secara tradisional.
  4.  Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.

Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Discovery 

 Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:

1.    identifikasi kebutuhan siswa;
2.    seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan;
3.    seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
4.    membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa;
5.    mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan;
6.    mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan;
7.    memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan;
8.    membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa;
9.    memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi
       masalah;
10.  merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa;
11.  membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.

 Pengembangan Kemampuan Discovery Siswa

Menurut Moh. Amien (1979: 15) bahwa pengembangan kemampuan “discovery inquiry” pada diri siswa melalui pengajaran science dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan antara lain:
a.    guided discovery-inquiry
b.    discovery-inquiry bebas
c.    discovery-inquiry  bebas yang dimodifikasi
d.    inquiry role approach
e.    invitation into inquiry
f.     pictorial riddle
g.    synectic lesson

Dari beberapa jenis tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut:

a.    Discovery-Inquiry Terbimbing (Guided Discover-Inquiry)

Salah satu pengembangan kemampuan “discovery-inquiry” pada diri siswa melalui pengajan science dapat dilukiskan dengan kegiatan guided discovery-inquiry laboratory lesson. Menurut Moh. Amien (1979 : 15) “Istilah “guided discovery-inquiry” digunakan apabila didalam kegiatan “discovery-inquiry” guru menyediakan bimbingan/ prtunjuk yang cukup luas kepada siswa, sebagian perencanaan dibuat oleh guru”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa guided discovery-inquiry atau discovery-inquiry tebimbing adalah kegiatan pembelajaran penemuan, di mana permasalahan/problem diberikan oleh guru.

Siswa tidak merumuskan problema. Petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru. Menurut Moh. Amien (1979 : 15-16) Pada umumnya suatu “guided discovery lab lesson” terdiri dari: 1) Pernyataan problema : problema untuk masing-masing kegiatan dapat dinyatakan sebagi pertanyaan atau peryataan biasa; 2) Prinsip atau konsep yang diajarkan : prinsip-prinsip dan/atau konsep-konsep yang harus ditemukan oleh siswa melalui kegiatan, harus ditulis dengan jelas dan tepat; 3) Alat/Bahan : alat/bahan harus disediakan sesuai dengan kebutuhan setiap siswa untuk melakukan kegiatan; 4) Diskusi pengarahan : berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa (kelas) untuk didiskusikan sebelum para siswa melakukan kegiatan “discovery-inquiry”; 5) Kegiatan discovery-inquiry : kegiatan metoda “discovery-inquiry” oleh siswa berupa kegiatan percobaan/penyelidikan yang dilakukan oleh siswa untuk menemukan konsep-konsep dan/atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh guru; 6) Proses berpikir siswa : proses berpikir kritis dan ilmiah menunjukkan tentang “mental operation: siswa yang diterapkan selama kegiatan berlangsung; 7)  Pertanyaan yang bersifat “open-ended” : pertanyaan yang bersifat “open-ended” : harus berupa pertanyaan yang mengarah ke pengembangan tambahan kegiatan penyelidikan yang dapat dilakukan oleh siswa; 8) Catatan guru : catatan guru berupa catatan-catatan lain yang meliputi : penjelasan tentang hal-hal atau bagian-bagian yang sulit dari kegiatan/pelajaran, isi/materi pelajaran yang relevan dengan kegiatan, faktor-faktor variable yang dapat mempengaruhi hasi.

b.    Discovery-Inquiry Bebas (Free Discuvery-Inquiry)

Discover-inquiryy bebas merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang memberi kebebasan siswa untuk menentukan masalah sendiri, mencari konsep, dan merancang eksperimen sampai mencari kesimpulan. Di sini guru hanya sebagai teman belajar apabila diperlukan sebagai tempat bertanya. Biasanya discovery bebas tidak berjalan, siswa masih memerlukan bimbingan

c.    Discovery-Inquiry Bebas Termodifikasi (Modified Free Discovery-Inquiry)

Model pembelajaran discovery-inquiry bebas termodifikasi merupakan suatu kegiatan discovery-inquiry bebas tetapi dalam penemuan masalahnya diberikan oleh guru. Pada pembelajaran ini guru memberikan masalah tersebut melalui pengamatan, eksplorasi atau prosedur penelitian untuk memperoleh jawaban dan siswa harus di dorong untuk memecahkan masalah dalam kerja kelompok atau perorangan.

d.    Inquiry Role Approach (I.R.A)

Menurut Moh. Amien (1979: 21) inquiry role approach (I.R.A) merupakan kegiatan proses belajar-mengajar yang melibatkan siswa dalam team-team yang masing-masing terdiri dari 4 anggota untuk memecahkan invitation into inquiry. Masing-masing anggota team diberi tugas suatu perananan yang berbeda-beda sebagai berikut:

1)    team coordinator

team Coordinator memimpin team dan bertangung jawab untuk memelihara team menuju ke pencapaian tujuan-tujuannya. Ia menjadi moderador yang memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk mengemukakan pendapatnya. Pemasukan data dari setiap anggota harus disusun dan diiterprestasikan. Apabila kelompok mempunyai bukti dan menyetujuinya suatu jawaban itu benar, maka “team Coordinator” bekerja sama dengan “data recorder” untuk merumuskan consensus pendapat dalam bentuk tulisan sebagai bahan presentasi di depan seluruh siswa di kelas. Ia juga mencari nasihat-nasihat dari “proses evaluator” tentang efektivitasproblema solving di dalam setiap team. “team coordinator” bertanggung jawab dalam mengelola masalah diskusi :

Pre-discussion (sebelum kegiatan dimulai)
Post discussion (sesudah kegiatan selesai)

“Team Coordinator” harus dapat mengembangkan saling hubungan pribadi antara semua anggota, untuk menciptakan situasi proses belajar siswa yang baik, misalnya, saling percaya, saling menghargai, santai, berkomunikasi, tidak emosional dan sebagainya.

2)    Technical Advisor

Technical advisor adalah seorang ahli tugas-tugas analisis dalam membaca dan menafsirkan pertanyaan-pertanyaan, sehingga tujuannya dapat dimengerti pleh kelompok. Ia membantu team coordinator dengan cara mendengarkan segala sesuatu yang yang di katakan oleh anggota lain, dan menjamin bahwateam sedeng bekerjapada ide-ide/konsep dasar. Ia harus menghadapi dugaan–dugaan dan pandai mencari jalan keluar/panjang akal dan kreatif dalam problem solving. Dengan jalan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan bukti-bukti, ia mengabdi sebagai pembimbing team dalam meneliti lebih mendalam terhadap permasalahannya. Team advisor memberi nasehat/petuntuk tentang prosedur yang harus dikerjakan dan bahan-bahan yang diperlukan.

3)    data recorder

Data recorder bertanggung jawab dalam mengamati dan mengumpulkan data berupa fakta-fakta dan pernyataan-pernyataan, dan menjamin bahwa anggota team mempunyai cukup bukti untuk mendukung ide-ide dan keputusan yang berkaitan dengan problemanya. Hal ini berarti bahwa data recorder harus menggunakan sejumlah sumber untuk mengumpulkam bukti bagi setiap jawaban yang sedang diperdebatkan ia mungkin mengabdi sebagai pembicaraan kelompok.

4)    proses evaluator.

Proses evaluator bekerja erat dengan team coordinator untuk mengembangkan kualitas ketrampilan “inquiry” kelompok. Ia bertanggung jawab dalam memelihara hubungan pribadi dan kerjasama yang baikantara anggota dalam kegiatan team. Ia juga bertanggung jawab dalam mengevaluasi kualitas partisipasi para anggotanya. Proses evaluator mencatat karjasama kelompok sebaagai team untuk laporan evaluasi. Laporan ini berdasarkan pada efektifitas pembimbing studi yang dikembangkan oleh guru dalam menciptakan suatu pengalaman inquiry kelompok.


Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Demikian tadi artikel mengenai Prinsip, Kelebihan, Kekurangandari Metode Discovery semoga dapat bermanfaat.

Prinsip, Kelebihan, Kekurangan dari Metode Discovery Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin